Minggu, 15 November 2015

Belajar dari Suasana Batin: Ketika Terjebak Dosa Besar


Kesenangan sesaat bisa melahirkan penderitaan berkepanjangan. Dosa dan maksiat bukan saja perbuatan tercela, melainkan juga membutakan mata hati, memadamkan nurani.

Lebih dari itu, dosa dan maksiat juga membawa kegelisahan sehingga ketenangan hidup terganggu. Tegasnya, dosa dan maksiat merendahkan derajat dan kualitas kemanusiaan.

Semua yang dilarang Tuhan adalah musuh kemanusiaan dan semua yang diperintahkan Tuhan demi martabat kemanusiaan.

Tuhan tidak butuh disembah, tetapi manusialah yang membutuhkan penyembahan itu. Karena, di balik penyembahan dan ketaatan itu tersimpan hikmah dan berbagai kemaslahatan untuk manusia dan kemanusiaan.

Seandainya semua manusia mogok untuk menyembah kepada-Nya maka tidak sedikit pun mengurangi kebesaran Allah SWT. Sebaliknya, seandainya semua manusia taat kepada-Nya bagaikan malaikat sekalipun maka tidak akan berpengaruh terhadap Dirinya.

Perintah dan larangan Tuhan merupakan bukti Maha Pengasih dan Penyayang Dia terhadap hamba-Nya, khususnya kepada manusia.

Dosa dan maksiat memang menjatuhkan dan menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan. Tetapi tidak mustahil seseorang akan melenting lebih tinggi dari semua posisi jika dia melakukan tobat nasuha.

Tidak jarang para pendosa yang bertobat justru lebih baik daripada orang-orang biasa. Ini mungkin karena dia sudah mampu membandingkan betapa jauh jaraknya antara suasana batin yang taat dan yang durhaka kepada-Nya.

Namun, ini tidak berarti sebuah ajakan kepada kita untuk mencicipi dosa guna meningkatkan kesadaran dan keimanan. Sebab, betapa banyak bahkan jauh lebih banyak para pendosa jatuh dan tidak melenting ke atas, tetapi bagaikan bola yang jatuh di dalam lumpur. Semakin terbenam di dalam lumpur kehinaan.

Para pendosa yang berpotensi melenting ke atas ialah mereka yang karena dosa yang dilakukannya betul-betul membuat dirinya terpukul dan kecewa. Mengapa dirinya harus melakukan sesuatu yang amat bodoh di dalam hidupnya. Karena itu, dia menyesal sejadi-jadinya seraya menjalani proses pembersihan diri dengan penuh ketekunan.

-----

Menurut Imam Gazali, dalam kitab Ihya Ulum al-Din, seorang pendosa diminta untuk tidak sekadar beristighfar (membaca lafaz istighfar), tetapi juga harus menjalani rangkaian proses tobat, yaitu

  1. Pertama memberbanyak mengucap istighfar.
  2. Kedua, segera meninggalkan dosa dan maksiat itu. 
  3. Ketiga, menyesal sejadi-jadinya terhadap kekeliruan yang telah dilakukan. Selanjutnya, bertekad dan berikrar tidak akan pernah mengulangi perbuatan tercela itu.
  4. Keempat, mengganti dan menutupi perbuatan dosa dan maksiat itu dengan amal-amal kebajikan yang ikhlas. 
  5. Kelima, kalau dosa itu berupa mengambil hak orang lain maka harus segera mengembalikannya sesegera mungkin.
  6. Keenam, menghancurkan daging yang tumbuh di dalam dirinya yang berasal dari produk haram dengan cara melakukan riyadhah dan mujahadah, yakni menjalani latihan jasmani dan rohani dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT.

Terakhir, sesegera mungkin meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti atau dikecewakan itu. Jika ini semuanya dipenuhi maka seseorang berhak mendapatkan pengampunan Allah terhadap dirinya.

Banyak pendosa yang telah melakukan tahapan pertobatan itu dengan baik dan tekun.
Mereka selalu menangisi dosa masa lampaunya di dalam sujud Tahajudnya di tengah malam.
Bahkan air matanya tak pernah bisa dibendung jika mengingat kembali berbagai dosa yang pernah dilakukannya.

Penyerahan diri secara total seperti ini mendapatkan janji pengampunan Allah SWT. Ada ulama yang pernah mengatakan bahwa air mata tobat itulah yang akan memadamkan api neraka.

Bahkan Allah SWT mencintainya, sebagaimana hadist yang pernah dikutip Al-Gazali dalam kitabnya,
“Allah lebih senang mendengarkan jeritan tobat para pendosa ketimbang gemuruh tasbihnya para ulama.”
(S)

Posting Terkait

0 komentar:

Posting Komentar